The Closed House Chicken Farm Melayani Jasa Pembuatan Kandang Ayam Closed House. Dan menyediakan berbagai macam kebutuhan Equipment & peralatan kandang ayam Closed House.
Wednesday, December 16, 2009
Monday, December 14, 2009
Sejarah Keberadaan Ayam Broiler
Tidak semua orang memahami asal-muasal atau seluk-beluk
perkembangan ayam broiler, meskipun hampir setiap harinya orang mendengar atau
bahkan bisa jadi mengkonsumsi daging dan telur ayam broiler. Bagi mereka
ketidakpahaman tersebut memang tidak perlu dipersoalkan, tetapi bagi peternak
atau calon peternak pengetahuan tentang asal-muasal atau seluk-beluk
perkembangan ayam broiler dari waktu ke waktu penting dimiliki. Hal itu penting
karena pemahaman yang baik tentang karakteristik atau sifat-sifat ayam broiler
dapat membantu dalam melancarkan usahanya dalam beternak ayam broiler, baik
untuk tipe ayam pedaging maupun petelur. Terlebih lagi, pemahaman mengenai
jenis-jenis ayam broiler yang unggul perlu diketahui oleh setiap peternak agar
dalam usaha ternaknya dapat mendatangkan
keuntungan.
Berkaitan dengan hal itu saat ini dikenal adanya istilah
ayam broiler komersial karena usaha peternakan hewan unggas ini tidak terlepas
dari orientasi atau tujuan mendatangkan keuntungan. Dengan pernyataan lain,
usaha peternakan ayam broiler tidak hanya diperuntukkan bagi konsumsi sendiri
melainkan untuk diperjualbelikan atau diperdagangkan sehingga diperoleh suatu
keuntungan finansial (keuangan).
Usaha peternakan ayam broiler komersial dewasa ini tumbuh
subur dibeberapa negara, termasuk di Indonesia. Usaha peternakan ayam broiler
komersial dilakukan menggunakan strains
atau bibit ayam broiler unggulan. Strains ayam broiler unggulan diperoleh dari
usaha penyilangan ayam unggulan. Semula strains ayam broiler unggulan diperoleh
dengan melakukan penetasan alami atau menitipkan pada induk ayam. Pada
perkembangan waktu-waktu selanjutnya yakni pada tahun 1844, di amerika
didirikan pabrik penetasan (hatcheri) telur ayam untuk pertama kali. Saat ini
telah dikenal berbagai jenis strains ayam broiler unggul yang dikembangkan di
berbagai negara. Contohnya, di Italia dikenal terdapat strains ayam Leghorn
paling diunggulkan dan banyak dikembangkan sebagai hewan unggas yang
diternakkan secara komersial.
Di Amerika Serikat terdapat beberapa jenis atau strains ayam
unggulan seperti Rhode Island Red, Cobb,
Arbor Arcres, dan Avian yang
sekarang ini diunggulkan dan banyak diternakkan secara komersial. Di Australia
saat ini terdapat strains Australorp sebagai primadona hewan unggas untuk
diternakkan secara komersial. Di Prancis mempunyai strains ayam unggulan yang
dinamakan Isa Veddete dan Shaper. Di Belanda dikenal strains ayam
Hybro dan Hubbart sebagai strains ayam yang diunggulkan untuk diternakkan
secara komersial, dan masih banyak lagi yang lain.
Perkembangan dan penyebaran ayam broiler komersial ke
seluruh dunia amat disokong oleh diberlakukannya sistem pasar bebas di era
globalisasi. Para ahli genetika secara terus-menerus dilakukan penelitian,
persilangan, dan seleksi yang ketat sehingga pada akhirnya dihasilkan varietas
ayam broiler unggulan yang khusus menghasilka salah satu produk komersial yaitu
daging atau telur. Trend beternak ayam broiler komersial waktu-waktu
selanjutnya dilakukan lebih khusus, misalnya beternak ayam broiler komersial
penghasil daging atau telur saja, tidak kedua-duanya. Dengan begitu hasilnya
dapat maksimal.
Dewasa ini telah dihasilkan tidak kurang dari tiga ratus
bibit ayam broiler murni dan varietas ayam terseleksi dari potensi genetikanya.
Jenis atau varietas ayam broiler unggulan tersebut telah menyebar ke seluruh
dunia, termasuk Indonesia. Beberapa potensi genetik pada ayam broiler
unggulan yang telah ditingkatkan tersebut meliputi ukuran
tubuh ayam broiler unggulan lebih besar, ayam memiliki proporsi daging karkas
yang tinggi, ayam memiliki kerangka tulang yang lebih kuat, pertumbuhan badan
ayam terhitung lebih cepat, ayam mempunyai warna kulit putih atau kuning yang
bersih, lebih tahan terhadap penyakit, dan yang lebih penting sebagai ayam
broiler komersial memiliki konversi pakan yang baik sehingga lebih mendatangkan
keuntungan besar bagi setiap peternak.
Perkembangan ayam broiler di Indonesia dapat dimulai abad
ke- 19. Pada saat itu benua Eropa dan ebnua Amerika sangat familiar dengan ayam
Sumatra. Kondisi tersebut mendorong para pakar perunggasan kedua benua tersebut
untuk melakukan penelitian terhadap ayam Sumatra. Pada abad ke-20 para pakar
kedua benua itu menugaskan salah seorang pakar perunggasan yang terkenal pada
waktu itu bernama J.F. Mohede mengadakan penelitian tentang ayam Sumatra.
Beberapa jenis ayam Sumatra memang terkenal di masa lalu karena berbagai
kelebihannya. Selain meneliti ayam Sumatra, pakar dari negara asing itu juga
meneliti ayam Kedu. Bahkan tidak hanya J.F. Mohede yang mengadakan penelitian
terhadap ayam Kedu, tetapi juga disertai ahli yang lain yakni J. Menkens.
Penelitian kedua orang pakar perunggasan tersebut dilakukan pada tahun 1937.
Saat itu ayam Kedu terkenal mempunyai kelebihan-kelebihan atau
keunggulan-keunggulan dibandingkan dengan ayam yang lain, di antaranya tahan
terhadap berbagai jenis penyakit, tingkat pertumbuhan tinggi, produksi telur
tinggi, cita rasa daging yang enak, dan pemeliharaan yang mudah. Tidak heran
jika ayam Kedu merupakan salah satu nenek moyang dari ayam ras yang terbentuk
di Amerika dan Inggris seperti ayam Sussex,
ayam Cornish, ayam Orpington, ayam Australorp, dan ayam Dorking.
Perkembangan populasi ayam komersial di Indonesia tercatat
dimulai pada pertengahan dasawarsa 1970-an. Perkembangan itu mencapai puncaknya
pada awal 1980-an. Faktor-faktor yang menentukan perkembangan populasi ayam
broiler komersial di berbagai daerah di Indonesia antara lain sejalan dengan
pertumbuhan populasi penduduk, pergeseran gaya hidup, tingkat pendapatan,
perkembangan situasi ekonomi dan politik, serta kondisi keamanan suatu wilayah
atau daerah di Indonesia. Daerah perkembangan ayam broiler saat itu belum
merata di seluruh wilayah Indonesia. Daerah pusat penyebaran ayam broiler di
wilayah Indonesia. Daerah pusat penyebaran ayam broiler di wilayah Indonesia
bagian Bbarat meliputi wilayah Pulau Jawa dan sebagian Sumatra.
Mengapa hanya terjadi di kedua wilayah tersebut, yaitu Pulau
Jawa dan sebagian Sumatra? Hal itu disebabkan hampir semua perusahaan
pembibitan ayam broiler komersial dan pangsa pasar terbesarnya di dominasi di
kedua wilayah itu. Berkaitan dengan pangsa pasar terbesar berada di pulau Jawa
lebih disebabkan penduduk di Pulau Jawa merupakan terbanyak jumlahnya di
Indonesia. Dengan demikian dapat dimaklumi bahwa produksi ayam briler terbesar
berada di Pulau Jawa. Beberapa contoh perusahaan yang memproduksi bibit ayam
broiler dan strains komersial di antaranya PT. Anwar Sierads yang berlokasi di
Jawa Barat memproduksi strains Cobb,
PT. Charoen Pokphand Indonesia yang berlokasi di Jawa Barat dan Jawa Timur
memproduksi strains AA, Avian, Cobb, dan Hubbard. Strains Cobb
juga diproduksi oleh PT. Leong Ayam Satu P. yang berlokasi di Jawa Barat, PT.
Wonokoyo Jaya Farm yang berlokasi di Jawa Barat yang juga memproduksi strains Hubbard, dan PT. Galur P. Cobbindo yang
berlokasi di Jawa Barat. Sementara PT. Pet. Ayam Manggis yang berlokasi di Jawa
Barat memproduksi strains Hybro, PT.
Kerta Mulya Sejahterayang berlokasi di Jawa Barat strains Hubbard, dan PT. Cibadak Indah Sari Farm yang berlokasi di Jawa
Barat merupakan produsen strains Ross.
Perkembangan pesat ayam broiler komersial di Indonesia terjadi di Pulau Jawa
disebabkan konsumen ayam broiler paling banyak terdapat di Pulau Jawa. Hal itu
amat sesuai dengan karakteristik atau sifat dari ayam broiler itu sendiri yakni
produksi ayam broiler sesungguhnya tidak menghendaki terlalu jauh dari
konsumen. Hal tersebut dikarenakan dua alasan pokok yaitu sifat ayam broiler
itu sendiri dan karena pertimbangan biaya transportasi. Ayam broiler merupakan
produk peternakan yang pada umumnya mempunyai sifat mudah rusak. Ayam broiler
hasil panen yang terlalu lama dalam perjalanan menuju ke tempat konsumen atau
pengolahan bisa mati dijalan akibat kepanasan, kehausan, kelaparan, atau
stress. Demikian pula bibit ayam atau Day Old Chick (D.O.C) yang dikirim menuju
farm yang terlalu jauh juga riskan
kematian. Sedangkan biaya transportasi menjadi pertimbangan penting dalam usaha
peternakan ayam broiler komersial. Jarak antara konsumen dengan produsen yang
terlalu jauh akan memperbesar biaya transportasi sehingga mengurangi bahkan
meniadakan keuntungan dalam usaha. Perkembangan
populasi ayam broiler di wilayah lain, yaitu di Indonesia bagian tengah
meliputi daerah di propinsi-propinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, dan
Kalimantan Timur. Sedangkan di wilayah Indonesia bagian timur meliputi daerah-daerah
di Pulau Sulawesi.
Mengingat pentingnya ayam sebagai sumber protein hewani bagi
manusia dan dapat diusahakan (dibesarkan) dalam waktu relatif singkat, maka
hewan unggas ini menjadi tumpuan pilihan dan banyak diternakkan secara
komersial di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia. Cepatnya masa panen
yang dicapai dari usaha pembesaran ayam brolier menjadikannya hewan unggas
tersebut sebagai primadona para peternak ayam. Ayam ras brolier atau pedaging
sempat menjadi idola karena pada umur 39 – 40 hari bisa mencapai bobot 1,8kg.
Padahal bobot yang sama baru bisa dicapai ayam kampung biasa pada umur lebih
dari 3 bulan. Bahkan kini ayam broiler modern bisa mencapai bobot yang sama
pada umur 31 – 32 hari. Dengan kata lain, ayam broiler yang dipelihara saat ini
lebih cepat besar dibandingkan ayam broiler zaman dulu atau ayam broiler
klasik.
Sejalan dengan hal itu mendorong peternak ayam broiler
meningkatkan terus kapasitas usahanya sehingga akan dapat memenuhi permintaan
pasar akan daging ayam broiler yang berkualitas baik. Sampai saat ini belum
semua permintaan pasar akan daging ayam broiler dapat dipenuhi. Terbuka peluang
yang cukup besar untuk mengusahakan atau beternak ayam broiler komersial. Usaha
peternakan ayam pedaging atau sering disebut dengan ayam broiler komersial
merupakan usaha yang sangat menguntungkan. Mengapa begitu? Dalam perhitungan di
atas kertas, usaha ternak ayam broiler komersial menjanjikan perputaran modal
yang relatif cukup singkat dan cepat (35 – 40 hari). Dapat dibayangkan dalam
waktu kurang dari satu setengah bulan ayam broiler modern telah dapat dipanen.
Artinya dalam kurun waktu lurang dari satu setengah bulan peternak ayam broiler
komersial telah dapat mengantongi keuntungan dari usaha peternakannya. Pemanenan
ternak ayam komersial pada umur 30 – 35 hari sering disebut produksi ‘ayam
kecil’. Ayam jenis ini biasanya dipelihara diarea panas atau dekat dengan kota
besar. Langkah ini ditempuh atau dipilih peternak untuk memenuhi tuntutan
kebutuhan akan daging ayam broiler dengan waktu relatif singkat. Selain
produksi ‘ayam kecil’, di pasaran beredar pula ‘ayam besar’ dengan kisaran
berat antara 2 – 2,5kg. Ayam broiler yang demikian ini dipanen pada umur
pemeliharaan dalam kandang sekitar 40 hari.
Tingkat kecepatan produksi pada ayam broiler sangat
ditentukan oleh faktor genetis yang terdapat pada diri ayam broiler tersebut.
Faktor genetis tersebut dikondisikan melalui penelitian-penelitian yang
dilakukan oleh para pakar unggas secara terus-menerus dan berkesinambungan.
Para ahli terus-menerus melakukan perbaikan genetis untuk menghasilkan bibit
ayam broiler komersial yang semakin unggul. Setiap tahun, bisa dikatakan
pencapaian pertumbuhan broiler secara genetis maju 1 hari. Sebagai gambarannya,
dalam 50 tahun terakhir laju pertumbuhan broiler maju 50 hari untuk mencapai
bobot badan yang sama. Sampai-sampai para ahli genetika membuat guyonan bahwa
apabila sekarang ayam umur 35 hari bisa mencapai bobot 1,7kg, maka dalam 35
tahun ke depan , ayam yang hari ini beru menetas – besok beratnya sudah
mencapai 1,7kg. Tentu hal tersebut belum tentu benar, namun berkat jerih payah
atau kerja keras mereka itulah pada saat ini diperoleh varietas ayam broiler
unggul. Semua dapat terjadi tidak dapat dilepaskan dari peran kemajuan di
bidang ilmu dan teknologi akhir-akhir ini. Sejatinya kemajuan di bidang
peternakan ayam karena adanya dukungan perkembangan teknologi dunia.
Dilihat dengan menggunakan kacamata ekonomi beternak ayam
terutama ayam broiler skala komersial nyata-nyata memberikan banyak kenuntungan
secara finansial dan bisa menjadi tambatan mencari nafkah. Selain itu, beternak
ayam mengandung kearifan lokal di antaranya untuk memenuhi kebutuhan khalayak
luas akan protein hewani, dapat menyerap tenaga lokal, mulai dari pembangunan
kandang , pemeliharaan/pembesaran ternak, sampai tahap pemanenan hasil dan
penanganan pasca panen, membangun kerjasama sinergis dengan petani yang
menghasilkan sekam (padi) dan tanaman keras seperti kayu, bambu, dan lain-lain
untuk pembuatan kandang ayam, kotoran ayam dapat digunakan sebagai pupuk
kandang tanaman budidaya oleh petani, dan lain-lain.
Secara kualitatif dapat dinyatakan bahwa hingga saat ini
kebutuhan akan daging ayam broiler sebagai sumber bahan makanan yang kaya zat
protein terus mengalami peningkatan seiring dengan pertumbuhan jumlah pnduduk
dan kenaikan taraf ekonomi masyarakat. Dengan demikian usaha di bidang ternak
ayam broiler penghasil daging memiliki prospek yang cerah untuk dikembangkan
dan akan menghasilkan keuntungan finansial bagi peternaknya.
Friday, November 27, 2009
Analisis Usaha Pemeliharaan Ayam
Usaha
pemeliharaan ayam telah lama dilaksanakan, bahkan belakangan ini telah banyak
dipelihara baik secara perorangan di rumah tangga dalam jumlah yang relatif
terbatas, juga oleh para peternak yang telah lama bergerak dalam usaha ini
tertentunya dalam jumlah yang relatif besar.
Banyaknya
para peternak ayam potong yang ada hingga sampai saat ini merupakan suatu nilai
yang positif untuk menunjang kontribusi kepada pemerintah dan masyarakat dalam
rangka ikut memenuhi permintaan pasar terhadap protein hewani asal ternak dari
hari ke hari semakin bertambah kebutuhannya.
Permintaan
pasar akan daging ayam potong dewasa ini sudah mulai dirasakan oleh para
peternak, distributor dan penyalur lainnya. Hal ini disebabkan adanya
peningkatan permintaan bibit semakin bertambah dan tingkat penjualan hasil
semakin baik. Tingkat konsumsi daging ayam potong yang dulunya kurang digemari
oleh masyarakat Aceh umumnya, akibat rasa (palatabilitas) yang kurang disenangi
tapi dewasa ini kebiasaan tersebut semakin menghilang bahkan masyarakat sudah
lebih menyenangi daging ayam potong.
Tantangan
dan problema yang dihadapi oleh para peternak ayam potong sangat komplit, mulai
dari segi teknis yaitu menyangkut dengan sistem, metode dan tatalaksana
pemeliharaan juga masalah non-teknis yaitu menyangkut segi manajemen bisnis
ekonomi yang menguntungkan.
Ketergantungan
penyediaan/distribusi bibit anak ayam (DOC) dari Medan merupakan tantangan yang
sangat berarti bagi para pertenak disaat peternak butuh bibit dalam jumlah agak
banyak kadang kala tidak dapat dipenuhi oleh penyalur, disaat situasi dan
kondisi ekonomi yang tidak stabil kadang kala persediaan bibit membengkak.
Kejadian ini sangat mempengaruhi biaya/modal yang dikeluarkan sehingga tingkat
pendapatan relatif tidak stabil.
Sarana
produksi lain yang tidak kalah pentingnya adalah pakan, obat-obatan/vaksin,
feed suplemen, dan peralatan lainnya yang diperlukan dalam rangka meningkatkan
produktivitas ternak ayam potong pada khususnya masih didatangkan dari Medan,
sehingga semua aspek mulai dari kualitas dan harga sangat ditentukan oleh
produser atau distributor di Medan, disamping itu biaya tataniaga juga sangat
mempengaruhi harga pada tingkat penyalur yang pada akhirnya peternak dan
konsumen yang terbebani.
Belum
adanya pengusaha plasma yang bergerak di sub sektor ini merupakan tantangan
yang sangat besar bagi peternak terutama dalam segi penyediaan sarana produksi,
pembinaan dan pemasaran hasil.
Dengan
adanya usaha yang dilakukan pemerintah khususnya Dinas Peternakan, penyalur, distributor
dan lembaga terkait lainnya dalam rangka meningkatkan pengetahuan, sikap dan
keterampilan (PSK) Peternak dengan harapan tingkat kesejahteraan peternak lebih
baik.
Tingkat
pengetahuan, sikap, dan keterampilan peternak ayam potong sudah mulai
meningkat, walaupun masih ada diantara peternak yang tidak menghiraukan
bagaimana tata cara pemeliharaan ayam potong yang baik dan menguntungkan
sehingga berpengaruh pada pendapatan dan kelayakan usaha peternak ayam potong.
Ayam
potong (broiler) merupakan ternak yang paling ekonomis bila dibandingkan dengan
ternak lain, kelebihan yang dimiliki adalah kecepatan pertambahan/produksi
daging dalam waktu yang relatif cepat dan singkat atau sekitar 4-5 minggu
produksi daging sudah dapat dipasarkan atau dikonsumsi. Yang dimaksud dengan
ayam potong (broiler) adalah ayam yang muda jantan atau betina yang berumur
dibawah 8 minggu dengan bobot tertentu, pertumbuhan yang cepat timbunan daging
baik dan banyak.
Atau
ayam muda yang berumur kurang dari 8 minggu, daging lembut, empuk, dan gurih
dengan bobot hidup berkisar antara 1,5 – 2,0 kg per ekor.
Pemeliharaan
ayam potong sifatnya cepat berproduksi dengan perputaran yang dapat diatur,
modal yang relatif kecil dan dapat diusahakan lebih dekat dengan konsumen
sebagai sarana pemasaran, sehingga biaya tata niaga pemasaran dapat ditekan
seefisien mungkin.
Dalam
suatu usaha peternakan ayam broiler secara terpadu, kemampuan peternak dalam
berbisnis, pengelolaan dan pemahaman akan teknis beternak harus seimbang dan
selaras. Sehingga untuk menjadikan peternak sukses, peternak harus memiliki
tiga unsur yaitu teknis produksi, manajemen, dan pemasaran.
Untuk
menunjang produksi yang tinggi perlu diperhatikan tiga faktor yang saling
terkait, yaitu menggunakan bibit unggul, makanan yang memenuhi syarat dalam
sistem pengelolaan yang baik.
Modal
dapat dibagi kepada dua jenis yaitu:
1. Modal tetap
(investasi) merupakan modal yang dapat tahan lama dalam proses produksi.
2. Modal tidak tetap
(variabel) merupakan modal yang habis pakai dalam satu kali proses produksi.
Modal
merupakan faktor produksi yang terdiri dari modal sendiri (equiy capital) dan
modal pinjaman (credit), yang pada dasarnya tidak ada perbedaan dalam proses
produksi.
Biaya
adalah nilai dari semua korbanan ekonomi yang diperlukan untuk menghasilkan
suatu produksi atau semua pengeluaran yang dinyatakan dengan uang untuk
menghasilkan suatu produksi. Komponen biaya yang dimaksud adalah biaya
bangunan, alat dan perkakas, tanah, bunga modal, upah tenaga kerja, sarana
produksi habis pakai dalam satu kali produksi adalah bibit, makanan,
obat-obatan dan lain-lain.
Biaya
merupakan korbanan ekonomi yang dikeluarkan dalam suatu usaha disebut juga
dengan modal, yang menjadi modal tetap yang terdiri dari biaya pembuatan
kandang perawatan barang tahan lama lainnya. Biaya ini dihitung dalam bentuk
penyusutan pada setiap periode kegiatan pertahun. Sedangkan modal kerja terjadi
dari biaya produksi habis pakai dalam setiap kali produksi atau periode
pemeliharaan, seperti biaya pembelian bibit, pakan, obat-obatan, upah tenaga
kerja, perbaikan kandang dan kebutuhan lainnya.
Ada
tiga piranti atau ukuran kelayakan usaha yang bisa digunakan utnuk menganalisis
suatu usaha bisnis yaitu NPV (Net
Present Value), ROI ( Return of
Investment), dan BEP (Break Even
Point).
Nilai
NPV dapat dipengaruhi oleh tiga faktor keadaan usaha yaitu sebagai berikut:
1.
Usaha masih dalam tahap investasi dan belum berproduksi
2. Usaha berada pada
masa puncak produksi dan didukung oleh harga pasar yang tinggi serta produksi
lagi dibutuhkan.
3. Usaha berada pada
masa produksi puncah yaitu pada masa permulaan dan akhir produksi (masa istirahat/afkir).
ROI
digunakan untuk mengetahui tingkat efisiensi dari modal yang telah dikeluarkan,
makin kecil nilai ROI maka makin efisien dalam penggunaan modal usaha.
BEP
dimaksudkan untuk mengetahui titik impas yaitu usaha tidak mengalami keuntungan
dan juga kerugian.
Benefit Ratio Cost (B/C) Ratio merupakan salah satu
ukuran kelayakan suatu usaha yaitu hasil perbandingan antara besarnya
penerimaan dengan biaya produksi yang harus dikeluarkan. Bila nilai R/C Ratio > 1 maka usahanya layak
untuk dilanjutkan. Bila < 1 maka
usaha tidak layak dan bila = 1 maka
usaha pulang modal/pokok.
Saturday, November 14, 2009
Friday, October 23, 2009
Revolusi Peternakan Belum Selesai
Flu burung (avian influenza) memang menakutkan, tetapi bukan
berarti tidak dapat ditanggulangi. Wabah ini telah makan korban jutaan unggas
dan lebih dari 60 jiwa manusia dalam tiga tahun terakhir. Catatan terpenting
adalah insiden korban jiwa tidak terjadi di sekitar peternakan skala komersial,
tetapi di daerah permukiman.
Kerugian ekonomi yang diderita para peternak karena flu
burung berkisar Rp 1 triliun (versi pemerintah) sampai Rp 5 triliun (versi
peternak).
Apa pun ukuran yang digunakan, wabah flu burung harus
ditanggulangi karena sektor peternakan merupakan urat nadi ekonomi rakyat yang
mampu menyerap jutaan lapangan kerja.
Semakin lamban penanganan flu burung, vaksinasi, langkah
isolasi, pemusnahan unggas yang tertular, dan biosafety lainnya, maka semakin
buruklah kepercayaan pelaku ekonomi pada kinerja pemerintah sekarang.
Indonesia tidak boleh main-main dengan aktivitas sektor
ekonomi yang sangat sensitif terhadap penyerapan lapangan kerja. Seperti diakui
sendiri oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ketika menyampaikan pidato
politik awal tahun 2007, pengangguran dan kemiskinan adalah dua masalah utama
yang perlu memperoleh perhatian memadai.
Sektor peternakan sebenarnya dapat menjadi salah satu
penghela pengangguran apabila para pejabat di tingkat pusat dan daerah tidak
melakukan "kampanye negatif" terhadap sektor perunggasan atas nama
penanggulangan flu burung.
Sesuatu yang hampir pasti adalah bahwa daging ayam dan telur
adalah sumber protein hewani yang baik dengan harga yang dapat terjangkau
banyak kalangan.
Ketika pertumbuhan sektor peternakan kembali di atas 3 persen
per tahun pascakrisis ekonomi, banyak yang mengira bahwa Revolusi Peternakan
sudah selesai.
Bahkan, tren angka pertumbuhan diperkirakan akan kembali
tumbuh 7 persen per tahun seperti pada awal Revolusi Peternakan di Indonesia
awal dekade 1980-an.
Konsumsi daging unggas
Prakiraan itu terbukti over-estimate, salah satunya karena
serangan wabah flu burung. Pada tahun 1999, angka konsumsi protein dari daging
unggas sebesar 16 kilokalori (kkal) dan berlipat menjadi 34,9 kkal.
Akan tetapi, wabah flu burung telah menurunkan laju
pertumbuhan konsumsi daging unggas menjadi 32,6 kkal pada tahun 2005 (data
dihitung dari Survei Sosial Ekonomi Nasional Badan Pusat Statistik/Susenas
BPS).
Konsumsi protein yang berasal dari telur tampak tidak
terlalu terpengaruh karena flu burung. Pada tahun 1999, konsumsi protein dari
telur hanya 13,3 kkal, kemudian meningkat menjadi 20,7 kkal pada tahun 2003.
Data terakhir Susenas tahun 2005 menunjukkan bahwa konsumsi
protein yang berasal dari telur telah menunjukkan angka 23,4 kkal.
Karakter perubahan permintaan tinggi seperti inilah yang
menjadi ciri khas Revolusi Peternakan, sesuatu yang sangat berkontribusi pada
pencapaian ketahanan pangan, kualitas sumber daya manusia, dan pembangunan
ekonomi secara umum.
Sektor peternakan memang mewarnai perubahan konsumsi
masyarakat dari sumber kalori berbasis karbohidrat menjadi berbasis kandungan
protein tinggi. Sekitar 56 persen dari konsumsi daging di Indonesia memang
berasal dari unggas; cukup jauh dibandingkan dengan angka konsumsi daging sapi
yang hanya 23 persen.
Walaupun demikian, angka konsumsi daging unggas yang hanya
setara 4,5 kilogram per kapita per tahun itu jelas sangat rendah atau seperlima
dibandingkan dengan konsumsi daging negara-negara maju.
Para pejuang sektor peternakan masih harus berusaha keras
meningkatkan laju konsumsi daging ini untuk menunjukkan peran nyata terhadap
kualitas gizi dan protein masyarakat dan tentunya kecerdasan bangsa Indonesia
secara umum.
Sesuai dengan karakter yang lebih dinamis, Revolusi
Peternakan mensyaratkan peningkatan kapasitas sistem produksi dan distribusi
yang lebih beradab serta antisipasi permasalahan lain, termasuk aspek eksternal
lingkungan kebijakan, perdagangan internasional, dan sebagainya.
Para peternak tahu persis, apalagi yang berskala komersial,
bahwa unggas yang diternakkan secara baik dan benar akan bebas dari flu burung
dan aman dikonsumsi masyarakat.
Peternak ini seharusnya paham bahwa langkah individualistis
yang emosional sebagai reaksi terhadap "kesemrawutan" tindakan
pemerintah dalam menanggulangi flu burung dapat menghancurkan sektor peternakan
sendiri.
Akhir Januari lalu, harga jual ayam pernah anjlok di bawah
Rp 4.000 per kilogram atau tidak sampai Rp 8.000 per ekor ayam karena kepanikan
para peternak sendiri.
Kalangan bandar (broker) dan rumah potong ayam menjadi
penikmat rente menggiurkan tersebut karena harga jual ayam di tingkat konsumen
masih sekitar Rp 12.000 per ekor.
Sependek pemahaman saya, saat ini tidak terdapat studi tata
niaga ayam yang komprehensif yang dapat dijadikan acuan pengambilan kebijakan
untuk menjaga iklim investasi di sektor perunggasan yang sebenarnya sangat
potensial.
Sempat terjadi saling-silang pernyataan pejabat negara
tentang status wabah flu burung, yaitu dianggap sebagai "kejadian luar
biasa (KLB)" atau "bencana nasional".
Konon, status tersebut sangat berhubungan dengan strategi
penanggulangan wabah beserta administrasi pemerintahan dan sistem penganggaran
(baca: proyek) yang bersumber dari anggaran negara dan hibah lembaga asing.
Penanggulangan flu burung selama ini telah melibatkan
Departemen Pertanian, Departemen Kesehatan, Kantor Menko Kesra, Kantor Menko
Perekonomian, dan Departemen Dalam Negeri yang dilaksanakan pemerintah provinsi
dan pemerintah kabupaten/kota.
Sejak tahun lalu, Indonesia memiliki Komisi Nasional
Pengendalian Flu Burung dan Kesiapsiagaan Menghadapi Pandemi Influenza atau
umum disingkat Komnas Flu Burung yang dikuatkan dengan Peraturan Presiden Nomor
7 Tahun 2006.
Aktivitas sehari-hari Komnas Flu Burung diemban oleh
pelaksana harian Deputi Menko Perekonomian bidang pertanian dan perikanan.
Terdapat cukup banyak perangkat kebijakan yang berhubungan
langsung dengan flu burung. Misalnya yang terbaru adalah Peraturan Menteri
Pertanian Nomor 50/Permentan/OT.140/10/2006 tentang Pedoman Pemeliharaan Unggas
di Permukiman; Keputusan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1371/Menkes/SK/IX/2005 tentang Penetapan Flu Burung sebagai Penyakit yang Dapat
Menimbulkan Wabah, dan Nomor 1372/Menkes/SK/IX/2005 tentang Penetapan Kondisi
Kejadian Luar Biasa (KLB) Flu Burung.
Kemudian, karena banyak sekali korban jiwa yang suspect flu
burung, Gubernur DKI Jakarta berinisiatif mengeluarkan Instruksi Gubernur Nomor
5 Tahun 2007 tanggal 17 Januari 2007 tentang Pelaksanaan Pengendalian
Pemeliharaan dan Peredaran Unggas.
Ucapan Gubernur Sutiyoso, "Pilih Selamat atau
Mati", di depan kamera televisi dan dimuat sejumlah media menjadi sesuatu
yang sangat fenomenal dalam kampanye penanggulangan flu burung.
Ucapan itu dapat berdampak positif untuk meningkatkan
kesadaran warga Ibu Kota, tetapi dapat berdampak negatif karena akan terdapat
kesan bahwa yang diperangi adalah unggas, bukan wabah flu burung.
Menariknya lagi, sehari setelah Instruksi Gubernur DKI itu,
Mendagri kemudian mengeluarkan Surat Edaran (SE) Nomor 440/93/SJ/2007 tentang
Penanganan Flu Burung tanggal 18 Januari 2007, yang ditujukan kepada gubernur
dan bupati/wali kota di seluruh Indonesia.
Sebagaimana karakter administrasi birokrasi pada umumnya, SE
Mendagri seperti itu telah mengundang berbagai macam interpretasi dan tindak
lanjut yang sangat beragam di daerah.
Ada daerah yang sangat keras dan kaku melakukan pemusnahan
unggas sampai melibatkan aparat berwajib, tetapi ada yang cukup lunak mengupayakan
suatu peraturan daerah dan membahasnya bersama anggota parlemen di daerah
karena begitu strategisnya sektor peternakan di daerah tersebut.
Ketika wabah flu burung tidak kunjung teratasi, Presiden SBY
menyampaikan tujuh instruksi (secara lisan) pada tanggal 25 Januari 2007.
Sebenarnya, pemerintah konon sedang mempersiapkan Instruksi
Presiden itu secara tertulis dan menjadi produk kebijakan yang mengikat. Dengan
"alur mundur" seperti itu, masyarakat bisa menilai kualitas kebijakan
penanggulangan flu burung di negeri ini.
Langkah penanggulangan flu burung di Indonesia sebenarnya
merupakan adaptasi dari sistem zone base dan country base yang ditawarkan Badan
Kesehatan Hewan Dunia. Pemerintah wajib melaksanakan program sejenis community
development, mendorong partisipasi masyarakat memantau lalu lintas perdagangan
ternak antarzona.
by Bustanul Arifin Guru Besar UNILA dan Dosen Pascasarjana Manajemen dan Bisnis IPB
by Bustanul Arifin Guru Besar UNILA dan Dosen Pascasarjana Manajemen dan Bisnis IPB
Thursday, October 22, 2009
Closed House Sebuah Solusi Mengatasi ”Global Warming”
Seluruh masyarakat didunia sedang berlomba meningkatkan
Sumber Daya Manusia (SDM) yang dimilikinya. Bukti sejarah menunjukkan bahwa
maju mundurnya negara tergantung dari kualitas SDM warga negaranya. Banyak
negara yang sumber daya alamnya melimpah menjadi obyek eksploitasi negara lain
karena tidak bisa mengolah sumber daya alam tersebut, disisi lain banyak negara
yang memiliki SDA terbatas, namun mempunyai SDM yang baik akan mampu mencapai
kesejahteraan yang tinggi. Prayitno dan Budi Santosa (1996) mengatakan bahwa
untuk mewujudkan peningkatan produksi nasional harus tersedia sumber daya alam
yang cukup, modal yang besar, peningkatan teknologi, dan peran sumber daya
manusia. Jepang mempunyai lahan pertanian yang sangat sempit, tapi dengan SDM
yang berkualitas negara tersebut dapat menciptakan teknologi sehingga mampu
meningkatkan produksi pertanainnya (Arifin, 2001). Bukti-bukti empirik telah
menjelaskan bahwa suatu negara tidak akan maju apabila tidak didukung oleh
pembangunan sumber daya manusia yang bermutu. SDM yang bermutu adalah meraka
yang mempunyai ilmu pengetahuan yang tinggi, pandai dalam menajemen, dan
menerapkan teknologi yang canggih, selain itu untuk membangun SDM yang
berkualitas harus menyentuh banyak aspek. Namun fokus utamanya mutlak
diletakkan pada upaya peningkatan kualitas dasar penduduk dalam hal fisik dan
intelegensia.
Kualitas SDM ditentukan oleh kualitas pangan yang dikonsumsi
oleh masyarakat, karena kualitas pangan sangat menentukan tingkat pertumbuhan
fisik dan kecerdasan penduduk, disamping pendidikan dan layanan kesehatan yang
baik. Produk peternakan yang dimanfaatkan sebagai sumber bahan pangan utama dan
dikonsumsi oleh manusia, pada umumnya terdiri atas tiga komoditas, yaitu:
daging, susu, dan telur. Menurut Daryanto (2008) bahan pangan hewani merupakan
sumber protein untuk kecerdasan, memelihara stamina tubuh, mempercepat
regenerasi sel dan berperan untuk membentuk masyarakat yang sehat, cerdas,
produktif dan berkualitas.
Statistik Peternakan menunjukkan bahwa dari ketiga produk
tersebut, unggas merupakan kontributor terbanyak dalam penyediaan daging
nasional, sekitar 1.355.841 Ton (65,46 %) dari total produksi daging (TPD) dengan
rincian ayam lokal 322.780 (23.9%), ayam ras petelur 54.312 (4.0%), ayam ras
pedaging 955.756 (70,5%) dan Itik 22.295 (1,6%); dikuti oleh Sapi (389.294 Ton,
18,80 % TPD); Babi (179.441 Ton, 8,67 % TPD); Kambing (53.227 Ton, 2,57 % TPD);
Domba (51.894 Ton, 2,51 % TPD); Kerbau (39.503 Ton, 1,91 % TPD) dan terakhir
Kuda (1.682 Ton, 0.08 % TPD) (Ditjennak,
2006). Menurut Siagian (2008) tingkat konsumsi protein hewani di Indonesia
relatif rendah, hanya 4,7 gram/kapita/hari jauh dari target 6 gram/kapita/hari.
Berdasarkan data diatas dapat dikatakan bahwa tingkat konsumsi protein hewani
hanya 78,3% dari target nasional.
kandang closed house |
Daryanto (2008) mengatakan bahwa rendahnya konsumsi protein
hewani penduduk Indonesia disebabkan karena lemahnya daya beli masyarakat,
selain itu kasus Avian Influenza (AI) belum dapat diselesaikan secara tuntas,
serta rendahnya sosialisasi sadar gizi terhadap masyarakat Indonesia. Hal itu
senada dengan pendapat Rusfidra (2008) yang mengatakan bahwa rendahnya konsumsi
produk unggas tidak hanya disebabkan karena daya beli masyarakat yang rendah,
tapi juga disebabkan minimnya sosialisasi sadar gizi kepada masyarakat.
Usaha perunggasan dalam hal ini usaha ayam broiler di
Indonesia telah menjadi sebuah industri yang memiliki komponen lengkap dari
sektor hulu sampai ke hilir, perkembangan usaha ayam broiler ini memberikan
kontribusi nyata dalam pembangunan pertanian. Berdasarkan proyeksi BAPPENAS,
pada tahun 2025 jumlah penduduk Indonesia diperkirakan sebanyak 273,7 juta
jiwa. Dengan jumlah penduduk terbesar keempat didunia, Indonesia merupakan
pasar yang sangat besar (Rusfidra, 2008). Maka dapat dipastikan permintaan atas
daging ayam broiler akan meningkat, sehingga banyak investor-investor yang
mulai melirik peluang usaha peternakan ayam broiler. Dengan meningkatnya
populasi dan peternakan ayam broiler, maka dapat dipastikan lahan untuk
peternakan akan bersaing dengan lahan pemukiman penduduk, dan akan menyebabkan
polusi yang ditimbulkan dari kotoran ayam broiler, Selain itu Isu pemanasan
global (Global Warming) juga merupakan masalah bagi peternak saat ini, kerana
suhu bumi menjadi semakin panas. Pada dasarnya ayam broiler merupakan unggas
yang rentan terhadap suhu yang panas, untuk itu perlu penerapan teknologi dalam
mengelola peternakan ayam broiler sehingga dapat mengatasi permasalahan
lingkungan tersebut.
kandang closed tampak dari dalam full otomatis |
Perkembangan teknologi akhir-akhir ini sangat membantu
manusia dalam menyeleseikan pekerjaannya, seperti kehadiran teknologi terbaru
pada sistem perkandangan ayam broiler, yaitu sistem kandang dengan ventilasi
yang bisa diatur atau yang sering dikenal dengan sistem kandang tertutup
(Closed House). Sistem kandang tertutup merupakan kandang yang ramah
lingkungan, karena bau dari polusi yang ditimbulkan kotoran ayam dapat
dikurangi dengan bantuan kipas didalam
kandang. Selain itu pembangunan kandang tertutup tidak membutuhkan lahan yang
luas karena dapat meningkatkan kepadatan ayam dan kandang dapat dibuat dua atau
tiga lantai. Adapun faktor penghambat untuk menerapakan teknologi kandang
tertutup yaitu besarnya modal yang dibutuhkan untuk pembangunan kandang, kerena
teknologi kandang tertutup merupakan usaha padat modal bukan usaha padat karya.
Prayitno dan Budi Santosa (1996) mengemukakan bahwa teknologi harus bertujuan
menghasilkan keuntungan-keuntungan untuk menunjang kebijakan pembangunan yang
pada dasarnya mempertemukan dua aspek, yaitu penggalakan investasi dan
memaksimalkan penyerapan tenaga kerja.
Saturday, August 1, 2009
Ekspansi Kandang Open Menuju Kandang Closed House
Ayam pedaging atau broiler
lebih bagus hasil produksinya pada kandang sistem closed house daripada ayam
petelur dengan sistem sama atau kandang terbuka. Peningkatan teknologi secara
menyeluruh berdampak besar bagi peningkatan produksi. Tidak ada kata tidak
untuk penggunaan sistem closed house buat pemeliharaan ayam pedaging dengan
hasil terbaik.
Inilah suatu cara modern
untuk meningkatkan produksi ayam pedaging secara signifikan. Degan cara ini
tidak ada gangguan pemeliharaan ayam pedaging karena lingkungan lebih baik,
tempat pemeliharaan lebih hemat, kualitas ayam lebih baik, angka kematian
rendah, kondisi pertumbuhan ayam merata, dan penampilan ayam yang dihasilkan
baik secara maksimal.
Bagaimana dan mengapa
penerapan kandang tertutup lebih banyak khusus pada pemeliharaan ayam pedaging?
Secara penelitian, efek kandang tertutup untuk ayam pedaging menghasilkan
perbedaan mencolok dibanding kandang postal dan kandang terbuka.
Keberadaan, fungsi dan
manfaat closed house pada prinsipnya tidak peduli kondisi daerah. Pada keadaan
lingkungan daerah apapun, secara fleksibel kondisinya dapat diadaptasi oleh
kandang tertutup.
Perkembangan dunia perunggasan di bidang peternakan merupakan yang
terdepan jika dibandingkan dengan komoditas lainnya. Hal ini ditunjukkan dengan
tingginya permintaan akan daging ayam broiler dan telur. Sejalan dengan itu
penerapan teknologi yang ditujukan untuk peningkatan efisiensi dalam
pemeliharaan juga telah banyak diterapkan.
Teknologi yang menguntungkan sejauh ini telah diterapkan pada closed house
system (sistem kandang tertutup).
Closed house system dibuat
dengan tujuan agar faktor lingkungan seperti panas, cuaca, angin hujan dan
sinar matahari tidak berpengaruh banyak saat pemeliharaan. Berikut ini adalah
keuntungan closed house system :
1. Meningkatkan kapasitas pemeliharaan.
2. Ayam lebih sehat, nyaman, segar dan
tenang.
3. Sirkulasi udara lebih baik
4. Mendukung produktivitas maksimal
5. Efisiensi tenaga kerja.
6. Temperatur dapat dikontrol sesuai dengan
kebutuhan pemeliharaan.
7. faktor lingkungan tidak berperan banyak
saat pemeliharaan
Hampir dikatakan tidak ada kontak dengan faktor
lingkungan selama pemeliharaan, didalam sistem kandang tertutup ventilasi
memiliki peranan yang sangat penting untuk menjaga temperatur dan kelembapan
udara di dalam kandang.
Berikut ini merupakan fungsi ventilasi pada closed
house system :
1. Menghilangkan panas.
2. Menurunkan kelembapan udara.
3. Mengurangi debu.
4. Menurunkan kadar gas beracun di dalam kandang seperti gas ammonia, karbondioksida maupun karbonmonoksida.
5. Menyediakan oksigen.
Sistem ventilasi pada closed house tergantung dari jenis kipas(fan) yang
digunakan. Cara kerja fan itu sendiri dibagi menjadi dua cara,
yaitu mendorong udara masuk dan menyedot keluar.
Cara kerja fan model pertama
adalah udara mengalir ke dalam akan menyebabkan takanan positif sehingga sifat
ini disebut dengan system positif (positive pressure system).
Cara kerja fan model kedua adalah udara mengalir dari
dalam kandang menuju ke luar akibat adanya daya sedot fan, sehingga terjadi
tekanan negative. Cara kerja fan ini biasa disebut dengan sifat negative (negative
pressure system).
Perkembangan dunia perunggasan di bidang peternakan merupakan yang terdepan jika dibandingkan dengan komoditas lainnya. Hal ini ditunjukkan dengan tingginya permintaan akan daging ayam broiler dan telur. Sejalan dengan itu penerapan teknologi yang ditujukan untuk peningkatan efisiensi dalam pemeliharaan juga telah banyak diterapkan.
Teknologi yang menguntungkan sejauh ini telah diterapkan pada closed house system (sistem kandang tertutup).
1. Meningkatkan kapasitas pemeliharaan.
2. Ayam lebih sehat, nyaman, segar dan tenang.
3. Sirkulasi udara lebih baik
4. Mendukung produktivitas maksimal
5. Efisiensi tenaga kerja.
6. Temperatur dapat dikontrol sesuai dengan kebutuhan pemeliharaan.
7. faktor lingkungan tidak berperan banyak saat pemeliharaan
1. Menghilangkan panas.
2. Menurunkan kelembapan udara.
3. Mengurangi debu.
4. Menurunkan kadar gas beracun di dalam kandang seperti gas ammonia, karbondioksida maupun karbonmonoksida.
5. Menyediakan oksigen.
Sistem ventilasi pada closed house tergantung dari jenis kipas(fan) yang digunakan. Cara kerja fan itu sendiri dibagi menjadi dua cara, yaitu mendorong udara masuk dan menyedot keluar.
Cara kerja fan model kedua adalah udara mengalir dari dalam kandang menuju ke luar akibat adanya daya sedot fan, sehingga terjadi tekanan negative. Cara kerja fan ini biasa disebut dengan sifat negative (negative pressure system).
Subscribe to:
Posts (Atom)