Monday, December 14, 2009

Sejarah Keberadaan Ayam Broiler


Tidak semua orang memahami asal-muasal atau seluk-beluk perkembangan ayam broiler, meskipun hampir setiap harinya orang mendengar atau bahkan bisa jadi mengkonsumsi daging dan telur ayam broiler. Bagi mereka ketidakpahaman tersebut memang tidak perlu dipersoalkan, tetapi bagi peternak atau calon peternak pengetahuan tentang asal-muasal atau seluk-beluk perkembangan ayam broiler dari waktu ke waktu penting dimiliki. Hal itu penting karena pemahaman yang baik tentang karakteristik atau sifat-sifat ayam broiler dapat membantu dalam melancarkan usahanya dalam beternak ayam broiler, baik untuk tipe ayam pedaging maupun petelur. Terlebih lagi, pemahaman mengenai jenis-jenis ayam broiler yang unggul perlu diketahui oleh setiap peternak agar dalam usaha  ternaknya dapat mendatangkan keuntungan.

Berkaitan dengan hal itu saat ini dikenal adanya istilah ayam broiler komersial karena usaha peternakan hewan unggas ini tidak terlepas dari orientasi atau tujuan mendatangkan keuntungan. Dengan pernyataan lain, usaha peternakan ayam broiler tidak hanya diperuntukkan bagi konsumsi sendiri melainkan untuk diperjualbelikan atau diperdagangkan sehingga diperoleh suatu keuntungan finansial (keuangan).
Usaha peternakan ayam broiler komersial dewasa ini tumbuh subur dibeberapa negara, termasuk di Indonesia. Usaha peternakan ayam broiler komersial dilakukan menggunakan strains atau bibit ayam broiler unggulan. Strains ayam broiler unggulan diperoleh dari usaha penyilangan ayam unggulan. Semula strains ayam broiler unggulan diperoleh dengan melakukan penetasan alami atau menitipkan pada induk ayam. Pada perkembangan waktu-waktu selanjutnya yakni pada tahun 1844, di amerika didirikan pabrik penetasan (hatcheri) telur ayam untuk pertama kali. Saat ini telah dikenal berbagai jenis strains ayam broiler unggul yang dikembangkan di berbagai negara. Contohnya, di Italia dikenal terdapat strains ayam Leghorn paling diunggulkan dan banyak dikembangkan sebagai hewan unggas yang diternakkan secara komersial.

Di Amerika Serikat terdapat beberapa jenis atau strains ayam unggulan seperti Rhode Island Red, Cobb, Arbor Arcres, dan Avian yang sekarang ini diunggulkan dan banyak diternakkan secara komersial. Di Australia saat ini terdapat strains Australorp sebagai primadona hewan unggas untuk diternakkan secara komersial. Di Prancis mempunyai strains ayam unggulan yang dinamakan Isa Veddete dan Shaper. Di Belanda dikenal strains ayam Hybro dan Hubbart sebagai strains ayam yang diunggulkan untuk diternakkan secara komersial, dan masih banyak lagi yang lain.

Perkembangan dan penyebaran ayam broiler komersial ke seluruh dunia amat disokong oleh diberlakukannya sistem pasar bebas di era globalisasi. Para ahli genetika secara terus-menerus dilakukan penelitian, persilangan, dan seleksi yang ketat sehingga pada akhirnya dihasilkan varietas ayam broiler unggulan yang khusus menghasilka salah satu produk komersial yaitu daging atau telur. Trend beternak ayam broiler komersial waktu-waktu selanjutnya dilakukan lebih khusus, misalnya beternak ayam broiler komersial penghasil daging atau telur saja, tidak kedua-duanya. Dengan begitu hasilnya dapat maksimal.
Dewasa ini telah dihasilkan tidak kurang dari tiga ratus bibit ayam broiler murni dan varietas ayam terseleksi dari potensi genetikanya. Jenis atau varietas ayam broiler unggulan tersebut telah menyebar ke seluruh dunia, termasuk Indonesia. Beberapa potensi genetik pada ayam broiler
unggulan yang telah ditingkatkan tersebut meliputi ukuran tubuh ayam broiler unggulan lebih besar, ayam memiliki proporsi daging karkas yang tinggi, ayam memiliki kerangka tulang yang lebih kuat, pertumbuhan badan ayam terhitung lebih cepat, ayam mempunyai warna kulit putih atau kuning yang bersih, lebih tahan terhadap penyakit, dan yang lebih penting sebagai ayam broiler komersial memiliki konversi pakan yang baik sehingga lebih mendatangkan keuntungan besar bagi setiap peternak.

Perkembangan ayam broiler di Indonesia dapat dimulai abad ke- 19. Pada saat itu benua Eropa dan ebnua Amerika sangat familiar dengan ayam Sumatra. Kondisi tersebut mendorong para pakar perunggasan kedua benua tersebut untuk melakukan penelitian terhadap ayam Sumatra. Pada abad ke-20 para pakar kedua benua itu menugaskan salah seorang pakar perunggasan yang terkenal pada waktu itu bernama J.F. Mohede mengadakan penelitian tentang ayam Sumatra. Beberapa jenis ayam Sumatra memang terkenal di masa lalu karena berbagai kelebihannya. Selain meneliti ayam Sumatra, pakar dari negara asing itu juga meneliti ayam Kedu. Bahkan tidak hanya J.F. Mohede yang mengadakan penelitian terhadap ayam Kedu, tetapi juga disertai ahli yang lain yakni J. Menkens. Penelitian kedua orang pakar perunggasan tersebut dilakukan pada tahun 1937. Saat itu ayam Kedu terkenal mempunyai kelebihan-kelebihan atau keunggulan-keunggulan dibandingkan dengan ayam yang lain, di antaranya tahan terhadap berbagai jenis penyakit, tingkat pertumbuhan tinggi, produksi telur tinggi, cita rasa daging yang enak, dan pemeliharaan yang mudah. Tidak heran jika ayam Kedu merupakan salah satu nenek moyang dari ayam ras yang terbentuk di Amerika dan Inggris seperti ayam Sussex, ayam Cornish, ayam Orpington, ayam Australorp, dan ayam Dorking

Perkembangan populasi ayam komersial di Indonesia tercatat dimulai pada pertengahan dasawarsa 1970-an. Perkembangan itu mencapai puncaknya pada awal 1980-an. Faktor-faktor yang menentukan perkembangan populasi ayam broiler komersial di berbagai daerah di Indonesia antara lain sejalan dengan pertumbuhan populasi penduduk, pergeseran gaya hidup, tingkat pendapatan, perkembangan situasi ekonomi dan politik, serta kondisi keamanan suatu wilayah atau daerah di Indonesia. Daerah perkembangan ayam broiler saat itu belum merata di seluruh wilayah Indonesia. Daerah pusat penyebaran ayam broiler di wilayah Indonesia. Daerah pusat penyebaran ayam broiler di wilayah Indonesia bagian Bbarat meliputi wilayah Pulau Jawa dan sebagian Sumatra.
Mengapa hanya terjadi di kedua wilayah tersebut, yaitu Pulau Jawa dan sebagian Sumatra? Hal itu disebabkan hampir semua perusahaan pembibitan ayam broiler komersial dan pangsa pasar terbesarnya di dominasi di kedua wilayah itu. Berkaitan dengan pangsa pasar terbesar berada di pulau Jawa lebih disebabkan penduduk di Pulau Jawa merupakan terbanyak jumlahnya di Indonesia. Dengan demikian dapat dimaklumi bahwa produksi ayam briler terbesar berada di Pulau Jawa. Beberapa contoh perusahaan yang memproduksi bibit ayam broiler dan strains komersial di antaranya PT. Anwar Sierads yang berlokasi di Jawa Barat memproduksi strains Cobb, PT. Charoen Pokphand Indonesia yang berlokasi di Jawa Barat dan Jawa Timur memproduksi strains AA, Avian, Cobb, dan Hubbard. Strains Cobb juga diproduksi oleh PT. Leong Ayam Satu P. yang berlokasi di Jawa Barat, PT. Wonokoyo Jaya Farm yang berlokasi di Jawa Barat yang juga memproduksi strains Hubbard, dan PT. Galur P. Cobbindo yang berlokasi di Jawa Barat. Sementara PT. Pet. Ayam Manggis yang berlokasi di Jawa Barat memproduksi strains Hybro, PT. Kerta Mulya Sejahterayang berlokasi di Jawa Barat strains Hubbard, dan PT. Cibadak Indah Sari Farm yang berlokasi di Jawa Barat merupakan produsen strains Ross. Perkembangan pesat ayam broiler komersial di Indonesia terjadi di Pulau Jawa disebabkan konsumen ayam broiler paling banyak terdapat di Pulau Jawa. Hal itu amat sesuai dengan karakteristik atau sifat dari ayam broiler itu sendiri yakni produksi ayam broiler sesungguhnya tidak menghendaki terlalu jauh dari konsumen. Hal tersebut dikarenakan dua alasan pokok yaitu sifat ayam broiler itu sendiri dan karena pertimbangan biaya transportasi. Ayam broiler merupakan produk peternakan yang pada umumnya mempunyai sifat mudah rusak. Ayam broiler hasil panen yang terlalu lama dalam perjalanan menuju ke tempat konsumen atau pengolahan bisa mati dijalan akibat kepanasan, kehausan, kelaparan, atau stress. Demikian pula bibit ayam atau Day Old Chick (D.O.C) yang dikirim menuju farm yang terlalu jauh juga riskan kematian. Sedangkan biaya transportasi menjadi pertimbangan penting dalam usaha peternakan ayam broiler komersial. Jarak antara konsumen dengan produsen yang terlalu jauh akan memperbesar biaya transportasi sehingga mengurangi bahkan meniadakan keuntungan dalam usaha.  Perkembangan populasi ayam broiler di wilayah lain, yaitu di Indonesia bagian tengah meliputi daerah di propinsi-propinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur. Sedangkan di wilayah Indonesia bagian timur meliputi daerah-daerah di Pulau Sulawesi.
Mengingat pentingnya ayam sebagai sumber protein hewani bagi manusia dan dapat diusahakan (dibesarkan) dalam waktu relatif singkat, maka hewan unggas ini menjadi tumpuan pilihan dan banyak diternakkan secara komersial di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia. Cepatnya masa panen yang dicapai dari usaha pembesaran ayam brolier menjadikannya hewan unggas tersebut sebagai primadona para peternak ayam. Ayam ras brolier atau pedaging sempat menjadi idola karena pada umur 39 – 40 hari bisa mencapai bobot 1,8kg. Padahal bobot yang sama baru bisa dicapai ayam kampung biasa pada umur lebih dari 3 bulan. Bahkan kini ayam broiler modern bisa mencapai bobot yang sama pada umur 31 – 32 hari. Dengan kata lain, ayam broiler yang dipelihara saat ini lebih cepat besar dibandingkan ayam broiler zaman dulu atau ayam broiler klasik.
Sejalan dengan hal itu mendorong peternak ayam broiler meningkatkan terus kapasitas usahanya sehingga akan dapat memenuhi permintaan pasar akan daging ayam broiler yang berkualitas baik. Sampai saat ini belum semua permintaan pasar akan daging ayam broiler dapat dipenuhi. Terbuka peluang yang cukup besar untuk mengusahakan atau beternak ayam broiler komersial. Usaha peternakan ayam pedaging atau sering disebut dengan ayam broiler komersial merupakan usaha yang sangat menguntungkan. Mengapa begitu? Dalam perhitungan di atas kertas, usaha ternak ayam broiler komersial menjanjikan perputaran modal yang relatif cukup singkat dan cepat (35 – 40 hari). Dapat dibayangkan dalam waktu kurang dari satu setengah bulan ayam broiler modern telah dapat dipanen. Artinya dalam kurun waktu lurang dari satu setengah bulan peternak ayam broiler komersial telah dapat mengantongi keuntungan dari usaha peternakannya. Pemanenan ternak ayam komersial pada umur 30 – 35 hari sering disebut produksi ‘ayam kecil’. Ayam jenis ini biasanya dipelihara diarea panas atau dekat dengan kota besar. Langkah ini ditempuh atau dipilih peternak untuk memenuhi tuntutan kebutuhan akan daging ayam broiler dengan waktu relatif singkat. Selain produksi ‘ayam kecil’, di pasaran beredar pula ‘ayam besar’ dengan kisaran berat antara 2 – 2,5kg. Ayam broiler yang demikian ini dipanen pada umur pemeliharaan dalam kandang sekitar 40 hari.

Tingkat kecepatan produksi pada ayam broiler sangat ditentukan oleh faktor genetis yang terdapat pada diri ayam broiler tersebut. Faktor genetis tersebut dikondisikan melalui penelitian-penelitian yang dilakukan oleh para pakar unggas secara terus-menerus dan berkesinambungan. Para ahli terus-menerus melakukan perbaikan genetis untuk menghasilkan bibit ayam broiler komersial yang semakin unggul. Setiap tahun, bisa dikatakan pencapaian pertumbuhan broiler secara genetis maju 1 hari. Sebagai gambarannya, dalam 50 tahun terakhir laju pertumbuhan broiler maju 50 hari untuk mencapai bobot badan yang sama. Sampai-sampai para ahli genetika membuat guyonan bahwa apabila sekarang ayam umur 35 hari bisa mencapai bobot 1,7kg, maka dalam 35 tahun ke depan , ayam yang hari ini beru menetas – besok beratnya sudah mencapai 1,7kg. Tentu hal tersebut belum tentu benar, namun berkat jerih payah atau kerja keras mereka itulah pada saat ini diperoleh varietas ayam broiler unggul. Semua dapat terjadi tidak dapat dilepaskan dari peran kemajuan di bidang ilmu dan teknologi akhir-akhir ini. Sejatinya kemajuan di bidang peternakan ayam karena adanya dukungan perkembangan teknologi dunia.

Dilihat dengan menggunakan kacamata ekonomi beternak ayam terutama ayam broiler skala komersial nyata-nyata memberikan banyak kenuntungan secara finansial dan bisa menjadi tambatan mencari nafkah. Selain itu, beternak ayam mengandung kearifan lokal di antaranya untuk memenuhi kebutuhan khalayak luas akan protein hewani, dapat menyerap tenaga lokal, mulai dari pembangunan kandang , pemeliharaan/pembesaran ternak, sampai tahap pemanenan hasil dan penanganan pasca panen, membangun kerjasama sinergis dengan petani yang menghasilkan sekam (padi) dan tanaman keras seperti kayu, bambu, dan lain-lain untuk pembuatan kandang ayam, kotoran ayam dapat digunakan sebagai pupuk kandang tanaman budidaya oleh petani, dan lain-lain.

Secara kualitatif dapat dinyatakan bahwa hingga saat ini kebutuhan akan daging ayam broiler sebagai sumber bahan makanan yang kaya zat protein terus mengalami peningkatan seiring dengan pertumbuhan jumlah pnduduk dan kenaikan taraf ekonomi masyarakat. Dengan demikian usaha di bidang ternak ayam broiler penghasil daging memiliki prospek yang cerah untuk dikembangkan dan akan menghasilkan keuntungan finansial bagi peternaknya.