Friday, November 27, 2009

Analisis Usaha Pemeliharaan Ayam


Usaha pemeliharaan ayam telah lama dilaksanakan, bahkan belakangan ini telah banyak dipelihara baik secara perorangan di rumah tangga dalam jumlah yang relatif terbatas, juga oleh para peternak yang telah lama bergerak dalam usaha ini tertentunya dalam jumlah yang relatif besar.

Banyaknya para peternak ayam potong yang ada hingga sampai saat ini merupakan suatu nilai yang positif untuk menunjang kontribusi kepada pemerintah dan masyarakat dalam rangka ikut memenuhi permintaan pasar terhadap protein hewani asal ternak dari hari ke hari semakin bertambah kebutuhannya.

Permintaan pasar akan daging ayam potong dewasa ini sudah mulai dirasakan oleh para peternak, distributor dan penyalur lainnya. Hal ini disebabkan adanya peningkatan permintaan bibit semakin bertambah dan tingkat penjualan hasil semakin baik. Tingkat konsumsi daging ayam potong yang dulunya kurang digemari oleh masyarakat Aceh umumnya, akibat rasa (palatabilitas) yang kurang disenangi tapi dewasa ini kebiasaan tersebut semakin menghilang bahkan masyarakat sudah lebih menyenangi daging ayam potong.

Tantangan dan problema yang dihadapi oleh para peternak ayam potong sangat komplit, mulai dari segi teknis yaitu menyangkut dengan sistem, metode dan tatalaksana pemeliharaan juga masalah non-teknis yaitu menyangkut segi manajemen bisnis ekonomi yang menguntungkan.

Ketergantungan penyediaan/distribusi bibit anak ayam (DOC) dari Medan merupakan tantangan yang sangat berarti bagi para pertenak disaat peternak butuh bibit dalam jumlah agak banyak kadang kala tidak dapat dipenuhi oleh penyalur, disaat situasi dan kondisi ekonomi yang tidak stabil kadang kala persediaan bibit membengkak. Kejadian ini sangat mempengaruhi biaya/modal yang dikeluarkan sehingga tingkat pendapatan relatif tidak stabil.

Sarana produksi lain yang tidak kalah pentingnya adalah pakan, obat-obatan/vaksin, feed suplemen, dan peralatan lainnya yang diperlukan dalam rangka meningkatkan produktivitas ternak ayam potong pada khususnya masih didatangkan dari Medan, sehingga semua aspek mulai dari kualitas dan harga sangat ditentukan oleh produser atau distributor di Medan, disamping itu biaya tataniaga juga sangat mempengaruhi harga pada tingkat penyalur yang pada akhirnya peternak dan konsumen yang terbebani.

Belum adanya pengusaha plasma yang bergerak di sub sektor ini merupakan tantangan yang sangat besar bagi peternak terutama dalam segi penyediaan sarana produksi, pembinaan dan pemasaran hasil.

Dengan adanya usaha yang dilakukan pemerintah khususnya Dinas Peternakan, penyalur, distributor dan lembaga terkait lainnya dalam rangka meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan (PSK) Peternak dengan harapan tingkat kesejahteraan peternak lebih baik.

Tingkat pengetahuan, sikap, dan keterampilan peternak ayam potong sudah mulai meningkat, walaupun masih ada diantara peternak yang tidak menghiraukan bagaimana tata cara pemeliharaan ayam potong yang baik dan menguntungkan sehingga berpengaruh pada pendapatan dan kelayakan usaha peternak ayam potong.

Ayam potong (broiler) merupakan ternak yang paling ekonomis bila dibandingkan dengan ternak lain, kelebihan yang dimiliki adalah kecepatan pertambahan/produksi daging dalam waktu yang relatif cepat dan singkat atau sekitar 4-5 minggu produksi daging sudah dapat dipasarkan atau dikonsumsi. Yang dimaksud dengan ayam potong (broiler) adalah ayam yang muda jantan atau betina yang berumur dibawah 8 minggu dengan bobot tertentu, pertumbuhan yang cepat timbunan daging baik dan banyak.
Atau ayam muda yang berumur kurang dari 8 minggu, daging lembut, empuk, dan gurih dengan bobot hidup berkisar antara 1,5 – 2,0 kg per ekor.

Pemeliharaan ayam potong sifatnya cepat berproduksi dengan perputaran yang dapat diatur, modal yang relatif kecil dan dapat diusahakan lebih dekat dengan konsumen sebagai sarana pemasaran, sehingga biaya tata niaga pemasaran dapat ditekan seefisien mungkin.
Dalam suatu usaha peternakan ayam broiler secara terpadu, kemampuan peternak dalam berbisnis, pengelolaan dan pemahaman akan teknis beternak harus seimbang dan selaras. Sehingga untuk menjadikan peternak sukses, peternak harus memiliki tiga unsur yaitu teknis produksi, manajemen, dan pemasaran.
Untuk menunjang produksi yang tinggi perlu diperhatikan tiga faktor yang saling terkait, yaitu menggunakan bibit unggul, makanan yang memenuhi syarat dalam sistem pengelolaan yang baik.

Modal dapat dibagi kepada dua jenis yaitu:
1. Modal tetap (investasi) merupakan modal yang dapat tahan lama dalam proses produksi.
2. Modal tidak tetap (variabel) merupakan modal yang habis pakai dalam satu kali proses produksi.

Modal merupakan faktor produksi yang terdiri dari modal sendiri (equiy capital) dan modal pinjaman (credit), yang pada dasarnya tidak ada perbedaan dalam proses produksi.

Biaya adalah nilai dari semua korbanan ekonomi yang diperlukan untuk menghasilkan suatu produksi atau semua pengeluaran yang dinyatakan dengan uang untuk menghasilkan suatu produksi. Komponen biaya yang dimaksud adalah biaya bangunan, alat dan perkakas, tanah, bunga modal, upah tenaga kerja, sarana produksi habis pakai dalam satu kali produksi adalah bibit, makanan, obat-obatan dan lain-lain.

Biaya merupakan korbanan ekonomi yang dikeluarkan dalam suatu usaha disebut juga dengan modal, yang menjadi modal tetap yang terdiri dari biaya pembuatan kandang perawatan barang tahan lama lainnya. Biaya ini dihitung dalam bentuk penyusutan pada setiap periode kegiatan pertahun. Sedangkan modal kerja terjadi dari biaya produksi habis pakai dalam setiap kali produksi atau periode pemeliharaan, seperti biaya pembelian bibit, pakan, obat-obatan, upah tenaga kerja, perbaikan kandang dan kebutuhan lainnya.

Ada tiga piranti atau ukuran kelayakan usaha yang bisa digunakan utnuk menganalisis suatu usaha bisnis yaitu NPV (Net Present Value), ROI ( Return of Investment), dan BEP (Break Even Point).
Nilai NPV dapat dipengaruhi oleh tiga faktor keadaan usaha yaitu sebagai berikut:
1. Usaha masih dalam tahap investasi dan belum berproduksi
2. Usaha berada pada masa puncak produksi dan didukung oleh harga pasar yang tinggi serta produksi lagi dibutuhkan.
3. Usaha berada pada masa produksi puncah yaitu pada masa permulaan dan akhir produksi (masa istirahat/afkir).

ROI digunakan untuk mengetahui tingkat efisiensi dari modal yang telah dikeluarkan, makin kecil nilai ROI maka makin efisien dalam penggunaan modal usaha.

BEP dimaksudkan untuk mengetahui titik impas yaitu usaha tidak mengalami keuntungan dan juga kerugian.

Benefit Ratio Cost (B/C) Ratio merupakan salah satu ukuran kelayakan suatu usaha yaitu hasil perbandingan antara besarnya penerimaan dengan biaya produksi yang harus dikeluarkan. Bila nilai R/C Ratio > 1 maka usahanya layak untuk dilanjutkan. Bila < 1 maka usaha tidak layak dan bila = 1 maka usaha pulang modal/pokok.