Usaha
pemeliharaan ayam telah lama dilaksanakan, bahkan belakangan ini telah banyak
dipelihara baik secara perorangan di rumah tangga dalam jumlah yang relatif
terbatas, juga oleh para peternak yang telah lama bergerak dalam usaha ini
tertentunya dalam jumlah yang relatif besar.
Banyaknya
para peternak ayam potong yang ada hingga sampai saat ini merupakan suatu nilai
yang positif untuk menunjang kontribusi kepada pemerintah dan masyarakat dalam
rangka ikut memenuhi permintaan pasar terhadap protein hewani asal ternak dari
hari ke hari semakin bertambah kebutuhannya.
Permintaan
pasar akan daging ayam potong dewasa ini sudah mulai dirasakan oleh para
peternak, distributor dan penyalur lainnya. Hal ini disebabkan adanya
peningkatan permintaan bibit semakin bertambah dan tingkat penjualan hasil
semakin baik. Tingkat konsumsi daging ayam potong yang dulunya kurang digemari
oleh masyarakat Aceh umumnya, akibat rasa (palatabilitas) yang kurang disenangi
tapi dewasa ini kebiasaan tersebut semakin menghilang bahkan masyarakat sudah
lebih menyenangi daging ayam potong.
Tantangan
dan problema yang dihadapi oleh para peternak ayam potong sangat komplit, mulai
dari segi teknis yaitu menyangkut dengan sistem, metode dan tatalaksana
pemeliharaan juga masalah non-teknis yaitu menyangkut segi manajemen bisnis
ekonomi yang menguntungkan.
Ketergantungan
penyediaan/distribusi bibit anak ayam (DOC) dari Medan merupakan tantangan yang
sangat berarti bagi para pertenak disaat peternak butuh bibit dalam jumlah agak
banyak kadang kala tidak dapat dipenuhi oleh penyalur, disaat situasi dan
kondisi ekonomi yang tidak stabil kadang kala persediaan bibit membengkak.
Kejadian ini sangat mempengaruhi biaya/modal yang dikeluarkan sehingga tingkat
pendapatan relatif tidak stabil.
Sarana
produksi lain yang tidak kalah pentingnya adalah pakan, obat-obatan/vaksin,
feed suplemen, dan peralatan lainnya yang diperlukan dalam rangka meningkatkan
produktivitas ternak ayam potong pada khususnya masih didatangkan dari Medan,
sehingga semua aspek mulai dari kualitas dan harga sangat ditentukan oleh
produser atau distributor di Medan, disamping itu biaya tataniaga juga sangat
mempengaruhi harga pada tingkat penyalur yang pada akhirnya peternak dan
konsumen yang terbebani.
Belum
adanya pengusaha plasma yang bergerak di sub sektor ini merupakan tantangan
yang sangat besar bagi peternak terutama dalam segi penyediaan sarana produksi,
pembinaan dan pemasaran hasil.
Dengan
adanya usaha yang dilakukan pemerintah khususnya Dinas Peternakan, penyalur, distributor
dan lembaga terkait lainnya dalam rangka meningkatkan pengetahuan, sikap dan
keterampilan (PSK) Peternak dengan harapan tingkat kesejahteraan peternak lebih
baik.
Tingkat
pengetahuan, sikap, dan keterampilan peternak ayam potong sudah mulai
meningkat, walaupun masih ada diantara peternak yang tidak menghiraukan
bagaimana tata cara pemeliharaan ayam potong yang baik dan menguntungkan
sehingga berpengaruh pada pendapatan dan kelayakan usaha peternak ayam potong.
Ayam
potong (broiler) merupakan ternak yang paling ekonomis bila dibandingkan dengan
ternak lain, kelebihan yang dimiliki adalah kecepatan pertambahan/produksi
daging dalam waktu yang relatif cepat dan singkat atau sekitar 4-5 minggu
produksi daging sudah dapat dipasarkan atau dikonsumsi. Yang dimaksud dengan
ayam potong (broiler) adalah ayam yang muda jantan atau betina yang berumur
dibawah 8 minggu dengan bobot tertentu, pertumbuhan yang cepat timbunan daging
baik dan banyak.
Atau
ayam muda yang berumur kurang dari 8 minggu, daging lembut, empuk, dan gurih
dengan bobot hidup berkisar antara 1,5 – 2,0 kg per ekor.
Pemeliharaan
ayam potong sifatnya cepat berproduksi dengan perputaran yang dapat diatur,
modal yang relatif kecil dan dapat diusahakan lebih dekat dengan konsumen
sebagai sarana pemasaran, sehingga biaya tata niaga pemasaran dapat ditekan
seefisien mungkin.
Dalam
suatu usaha peternakan ayam broiler secara terpadu, kemampuan peternak dalam
berbisnis, pengelolaan dan pemahaman akan teknis beternak harus seimbang dan
selaras. Sehingga untuk menjadikan peternak sukses, peternak harus memiliki
tiga unsur yaitu teknis produksi, manajemen, dan pemasaran.
Untuk
menunjang produksi yang tinggi perlu diperhatikan tiga faktor yang saling
terkait, yaitu menggunakan bibit unggul, makanan yang memenuhi syarat dalam
sistem pengelolaan yang baik.
Modal
dapat dibagi kepada dua jenis yaitu:
1. Modal tetap
(investasi) merupakan modal yang dapat tahan lama dalam proses produksi.
2. Modal tidak tetap
(variabel) merupakan modal yang habis pakai dalam satu kali proses produksi.
Modal
merupakan faktor produksi yang terdiri dari modal sendiri (equiy capital) dan
modal pinjaman (credit), yang pada dasarnya tidak ada perbedaan dalam proses
produksi.
Biaya
adalah nilai dari semua korbanan ekonomi yang diperlukan untuk menghasilkan
suatu produksi atau semua pengeluaran yang dinyatakan dengan uang untuk
menghasilkan suatu produksi. Komponen biaya yang dimaksud adalah biaya
bangunan, alat dan perkakas, tanah, bunga modal, upah tenaga kerja, sarana
produksi habis pakai dalam satu kali produksi adalah bibit, makanan,
obat-obatan dan lain-lain.
Biaya
merupakan korbanan ekonomi yang dikeluarkan dalam suatu usaha disebut juga
dengan modal, yang menjadi modal tetap yang terdiri dari biaya pembuatan
kandang perawatan barang tahan lama lainnya. Biaya ini dihitung dalam bentuk
penyusutan pada setiap periode kegiatan pertahun. Sedangkan modal kerja terjadi
dari biaya produksi habis pakai dalam setiap kali produksi atau periode
pemeliharaan, seperti biaya pembelian bibit, pakan, obat-obatan, upah tenaga
kerja, perbaikan kandang dan kebutuhan lainnya.
Ada
tiga piranti atau ukuran kelayakan usaha yang bisa digunakan utnuk menganalisis
suatu usaha bisnis yaitu NPV (Net
Present Value), ROI ( Return of
Investment), dan BEP (Break Even
Point).
Nilai
NPV dapat dipengaruhi oleh tiga faktor keadaan usaha yaitu sebagai berikut:
1.
Usaha masih dalam tahap investasi dan belum berproduksi
2. Usaha berada pada
masa puncak produksi dan didukung oleh harga pasar yang tinggi serta produksi
lagi dibutuhkan.
3. Usaha berada pada
masa produksi puncah yaitu pada masa permulaan dan akhir produksi (masa istirahat/afkir).
ROI
digunakan untuk mengetahui tingkat efisiensi dari modal yang telah dikeluarkan,
makin kecil nilai ROI maka makin efisien dalam penggunaan modal usaha.
BEP
dimaksudkan untuk mengetahui titik impas yaitu usaha tidak mengalami keuntungan
dan juga kerugian.
Benefit Ratio Cost (B/C) Ratio merupakan salah satu
ukuran kelayakan suatu usaha yaitu hasil perbandingan antara besarnya
penerimaan dengan biaya produksi yang harus dikeluarkan. Bila nilai R/C Ratio > 1 maka usahanya layak
untuk dilanjutkan. Bila < 1 maka
usaha tidak layak dan bila = 1 maka
usaha pulang modal/pokok.